12 Jam di Bandung

Kota diapit pegunungan, pernah menjadi primadona bangsa Eropa seabad silam, dan udaranya yang sejuk, Bandung adalah tujuan wisata yang tak lekang oleh zaman. 

SABTU 

09:00 – Biara Pertapaan Karmel 

Di tengah kota kecamatan Lembang yang padat merayap kala akhir pekan, ada sebuah tempat yang menjunjung tinggi keheningan. Biara Karmel namanya. Kompleks peribadatan umat Katolik ini memiliki kapel, jalan salib, dan goa maria. Biara dikelola oleh suster-suster dari ordo Karmel yang memakai busana berwarna coklat. 

Meski saya bukan orang Katolik, tempat ini adalah favorit sejak masa sekolah dulu. Saya paling suka melewatkan pagi dengan duduk di depan Bukit Golgota atau terdiam di dalam kapelnya. 

Dalam suasana hening, kedamaian ilahi menyesap ke dalam batin. 

10:00 – Orchid Forest Cikole 

Sebelum media sosial menjadi lumrah, hutan pinus di kawasan Cikole sudah lebih dulu eksis. Biasanya hutan ini digunakan sebagai sarana pelatihan atau pendidikan karakter. Setelah jagad Instagram muncul dan hutan pinus dibranding sebagai tempat yang fotogenik, nama Cikole pun mulai naik daun. 

Hutan Pinus Cikole adalah hutan pinus alami yang telah didandani dengan beraneka wahana. Ada jalan setapak yang dibangun, jembatan ciamik yang diterangi lampu-lampu temaram, dan sederet spot fotogenik lainnya. 

Bagi pecinta foto dan hutan pinus, tidak ada salahnya berkunjung ke sini. Namun, siap sedialah merogoh kocek yang lumayan dalam. Di hari Sabtu, satu pengunjung dikenakan tarif sebesar 35 ribu rupiah. 

13:00 – Gunung Tangkuban Perahu 

Gunung Tangkuban Perahu sejatinya adalah spot sejuta umat saat orang berkunjung ke Bandung, padahal kalau dilihat secara geografis, Kawah Ratu di Gunung Tangkubanperahu lokasinya ada di Subang, bukan Bandung. 

Gunung Tangkubanperahu selain dikenal akan legenda Sangkuriangnya, juga merupakan satu-satunya gunung api di dunia di mana kita bisa mengendarai mobil dan parkir tepat di sisi kawahnya, tak perlu mendaki susah payah. Tangkubanperahu berstatus aktif. Agustus 2019 lalu ia mengalami erupsi freatik dan sempat ditutup selama beberapa waktu. 

Oktober 2019 Gunung Tangkuban Perahu telah dibuka untuk umum tetapi area yang bisa dijangkau wisatawan masih dibatasi demi keselamatan. 

Kawah Ratu setelah erupsi
Jalan menuju Kawah Upas

15:00 – Air Panas Gracia

Turun sedikit dari Tangkubanperahu, kita akan disambut dengan perkebunan teh yang menghampar luas. Masuk beberapa kilometer dari jalan raya, ada sebuah pemandian air panas bernama Gracia Resort. Sebenarnya ada beberapa spot mandi lainnya, tetapi saya paling suka di sini karena secara kebersihan dan kenyamanan, Gracia mengungguli spot lainnya. 

Harga tiket masuk per orang 85 ribu dan bisa ditukar dengan sebuah teh kotak. Gracia memiliki 4 kolam rendam dengan kedalaman dari 90 cm sampai 150 cm. 

Air panas Gracia

17:30 – Kebun Teh Ciater 

Puas berendam air panas, dalam perjalanan kembali ke Bandung kita akan kembali melewati kebun teh. Berhentilah sejenak dan berjalan-jalan di tepiannya. Kebun Teh Ciater menawarkan lanskap hijau yang memanjakan mata. 

Jika kita berjalan sedikit lebih jauh terdapat sebuah curug atau air terjun. Kita perlu membayar tiket masuk sebesar 10 ribu kepada warga setempat.

Curug di tengah kebun teh


19:30 – Jalan Dago 

Ketika malam telah menyambut, Jalan Dago menyajikan kesyahduan Bandung yang otentik. Dulunya, jalan Dago merupakan jalan yang gelap. Warga desa yang hendak ke kota Bandung sering tak berani untuk turun sendirian, oleh karenanya mereka saling “Ngadagoan”, alias menunggu. Setelah banyak orang barulah mereka turun bersama-sama. Itulah asal mula nama Dago. 

Sekarang jalan Dago tak lagi gulita. Lampu-lampu jalanan temaram dipasang di tengah jalannya. Di trotoarnya juga diberikan meja dan kursi. 

Jika lapar, lapak-lapak penjaja jagung bakar siap mengisi perut kita yang keroncongan. 



21:00 

Bandung kala malam, dan kala musim hujan adalah kota yang teramat nyaman. 

Merebahkan badan sembari ditutupi selimut adalah kenikmatan yang tiada taranya. 

6 pemikiran pada “12 Jam di Bandung

    1. Saya baru ke Cikole di tahun 2019, padahal dari tahun 1994 hidup di Bandung kak hahaha. Saya baru ke Cikole saat ia sudah jadi terkenal dan ciamik. Dulu kalau ke Ciater saat zaman masih bocah dulu, Cikole rasanya seperti hutan yang magis, apalagi kalau kabut turun.

      1. Iya betul Tangkuban Parahu & Ciater masuk Subang tapi posisinya pas perbatasan, kalo Cikole masuk Bandung. Saya juga jarang beli Nanas Subang lebih seringnya dikasih sama sodara 😁

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s