Bukan Tempat Wisatanya yang Membuat Jogja Itu Ngangeni….

Lik Par, demikian ia biasa disapa. Usianya telah melampaui 60 tahun, tetapi perawakannya tegap. Setengah jam sebelum tengah malam, ia mendorong gerobak angkringannya seorang diri di sepanjang jalan Sugeng Jeroni. Tepat di tepi tepi jembatan Sungai Winongo, ia berhenti. Gerobak itu ditatanya perlahan hingga menjadi angkringan yang utuh dan ngangeni. Lanjutkan membaca Bukan Tempat Wisatanya yang Membuat Jogja Itu Ngangeni….

Sepenggal Cerita dari Angkringan Lik Par

 

Namanya Lik Par. Usianya di atas 60 tahun, tapi penampakannya bugar. Selepas jam 12 malam, ia mendorong sebuah gerobak angkringan menyusuri Jalan Sugeng Jeroni. Di sisi barat jembatan, ia berhenti. Gerobak itu ia tata hingga menjadi angkringan yang siap menyambut tiap pengunjungnya. Lanjutkan membaca “Sepenggal Cerita dari Angkringan Lik Par”

Angkringan Bapak: Gerobak Temaram Tempat Rindu Berlabuh

Tak lengkap rasanya jika bicara tentang Jogja tanpa menyebut angkringan di dalamnya. Ibarat sayuran tanpa garam, Jogja tanpa angkringan adalah kota yang hambar, kurang nikmat untuk dikenang. Dari gerobak angkringanlah kita dapat menyaksikan dan mengalami sendiri apa yang disebut oleh banyak orang tentang kesederhanaan dan kebersahajaan Jogja yang memikat.

Lanjutkan membaca “Angkringan Bapak: Gerobak Temaram Tempat Rindu Berlabuh”

Wedang Uwuh, Si ‘Sampah’ yang Nikmat Diteguk

 

Ada yang berbeda dari angkringan Mas Bimo, tak tampak ada satupun gorengan yang tersaji di atas gerobaknya. Selidik demi selidik, ternyata Mas Bimo, ingin menciptakan konsep yang baru tentang angkringan, yaitu bukan hanya gerobak berisi kudapan pengenyang perut, tapi juga mengedukasi dan menyehatkan setiap pembelinya. Tapi, walaupun demikian, tetap ada nasi kucing aneka varian yang tersaji di gerobak ini.

Lanjutkan membaca “Wedang Uwuh, Si ‘Sampah’ yang Nikmat Diteguk”