Atap melengkung itu tinggi sekali. Karena tingginya, angin semilir mengalir di rongga terbuka di bawahnya. Aku berdecak kagum, bangunan tua dengan usia seabad ini masih elok dan berfungsi baik. Setiap harinya ribuan orang wara-wiri di sini, menjadikannya tak pernah sepi layaknya bangunan kuno yang sering dibilang horror.
Kulirik jam tanganku, sudah jam 7 malam. Tadi sebelum jam pulang kantor, Febri, kawan kuliahku dulu dari Kupang mengirimi aku chat. Dia bilang lagi di Jakarta dan mengajakku untuk ketemu.
“Kapan?” tanyaku.
“Hari ini aja gimana?”
“Boleh, memang kamu di mana tinggalnya, Feb?”
“TB Simatupang. Ketemu di mana ya enaknya?”
“Astaga feb, jauhnyaa..”
TB Simatupang ada di ujung selatan, sedangkan aku di Kalideres, di ujung barat. Ini hari Selasa, hari kerja. Berkendara atau bepergian sore-sore di jam pulang kerja sama saja memberi diri dijebak dalam macet atau jadi pepes manusia kalau naik angkutan umum. Dari Kalideres transportasi paling dekat denganku adalah bus TJ, sedangkan dari Simatupang transportasi terdekat buat Febri adalah dengan naik KRL dari Tanjung Barat.
“Ketemu di Beos aja Feb gimana? Di stasiun kota. Di sana ada KaEfCi, jadi enak gak perlu keluar area stasiun.”
Usulku disambut Febri. Dia mengiyakan dan berangkatlah aku ke Beos.
Tapi, aku lupa bilang Febri supaya jangan salah naik kereta. Kuyakin Febri paham, toh ini sudah zaman modern bisa tanya aplikasi di HP atau tanya satpam.

Setengah jam kutunggu di Beos tak muncul juga batang hidung si Febri ini. Kutunggu setengah jam lagi, tak ada kabar pula.
“Ry, aduh, kayaknya aku salah naik kereta,” ketik Febri di WhatsApp.
“Lah, jangan bilang kamu naik yang ke Angke/Duri…”
“Iya ini aku salah naik, tadi kok dari Manggarai malah ke Tanahabang ya. Ini di Tanahabang. Duh maaf, maaf”
Rasa bosan menunggu berubah jadi tertawa. Feb, feb, gumamku dalam hati. Kasihan sekali. Kuberitahu dia untuk turun di Kampung Bandan dan cari kereta tujuan Kota.

Akhirnya sekitar jam setengah sembilan Febri pun datang dengan penampilannya yang tak berubah. Dia, si gadis NTT yang enerjik. Suaranya keras, menepuk tanganku sambil bilang, “Ya ampun Ry, shock aku tuh Jakarta seruwet ini, beda banget sama Kupang!”
“Hahaha, welcome ya, Feb” sahutku. Jakarta di pandangan Febri hari ini adalah Jakarta yang juga kualami di 2016 dulu. Betapa aku nggak kerasan hidup di provinsi super padat ini. Perasaanku makin gak karuan kalau membayangkan aku akan hidup di sini bertahun-tahun ke depan…yang pada faktanya tahun ini aku sudah 6 tahun dong di Jakarta!
Obrolan kami di KaEfCi tak sampai satu jam karena sudah diusir tutup. Kami menyisir peron-peron stasiun sambil bercerita.

“Aku homesick,” kata Febri.
“Emang udah berapa lama sih di Jakarta?”
“Baru kemarin abis lebaran aku tuh langsung ke sini.”
“Oalah hahaha. Wajar feb. Homesick dan sedih pasti itu. Aku dulu setahun tiap pagi isinya mewek, kangen Jogja.”
“Serius lu?” Febri mengernyit. Dipikirnya aku betah-betah saja di Jakarta. “Ah, bohong kamu, Ry. Kalau gak betah mah mana mungkin bertahan 6 tahun di Jakarta?”
“Justru itu, karena gak betah jadi berusaha buat membetahkan diri dan saking asyiknya usaha, lupa kalau waktu sudah masuk tahun ke-enam.”
Enam tahun pengalaman di Jakarta dengan segala jatuh bangunnya tidaklah cukup dituturkan hanya dalam satu jam kurang.
Jika kami tak ingat kalau TB Simatupang dan Kalideres jauhnya seperti ke ujung bumi (walau Bogor dan Maja masih lebih jauh lagi, ujung tata surya mungkin), mungkin kami bakal ngobrol ngalor-ngidul lebih lama di Beos. Syukurlah kami sadar bahwa besok masih harus kerja. Jam setengah sepuluh kami berpamitan di atas KRL. Aku turun di Juanda dan Febri melanjutkan perjalanannya bersama ular besi terus ke selatan.
Nitip bilangin ke Febri ya ko, kalau dari belakang penampilannya mirip ibu SMI, hehe
wkwkwkwwkwkwk aku skrinsut ntr kirim ke orangnya yaa
Siap ko! Palingan saya dijambak si Febri ntar.. hahaha
Senang memang meet up, kopi darat dengan sahabat.
Sama, saya juga pusing kalau ke Jakarta. Transpotasinya ruwet saking padatnya.
Jumpa kawan di Jakarta memang jadi momen yang asyik… walau kadang yg dibahas masalah kerjaan lagi :”)
Tergantung teman temu juga sih, ketemu teman bola bahas bola, temu teman sekolah bahas nostalgia, ketemu teman kerja, bahas cewek. eh…
wkwkwkwkwk, bisa aeeee..