Semarang termasuk kota yang cukup besar, tapi menjelajahinya dengan waktu terbatas bukanlah masalah. Bersama seorang kawan dari Surabaya, kami menggagas trip singkat ini. Inilah cuplikan perjalanannya:
SABTU
06:10 WIB
Kereta Tawang Jaya tiba di jalur tiga Stasiun Semarang Poncol. Tujuh jam duduk di atas kereta ekonomi membikin badan lengket. Agenda pertama setelah mendarat di stasiun tujuan akhir adalah mendatangi kos seorang teman untuk menumpang mandi.
Dari Stasiun Poncol, saya menaiki ojol ke barat kota Semarang. Setelah menumpang mandi, saya menyempatkan diri mengobrol singkat (sambil makan tahu gimbal) dengan Willi, seorang teman sekelas di SMA dulu yang kini bekerja sebagai guru di Semarang.

08:00 – Ereveld Kalibanteng
Destinasi jelajah pertama adalah Ereveld Kalibanteng. Weit, jauh-jauh ke Semarang, kok malah ke kuburan?
Ereveld bukanlah pemakaman biasa. Ereveld berarti taman makam kehormatan. Mereka yang dimakamkan di ereveld adalah orang-orang yang menjadi korban ketika Jepang merangsek masuk ke Hindia Belanda pada saat Perang Dunia II berkecamuk (1942-1945). Di Indonesia terdapat 7 ereveld yang seluruhnya terkonsentrasi di Jawa. Dua ereveld berada di Jakarta (Menteng Pulo dan Ancol), dua di Bandung (Pandu dan Kerkhoff), dua di Semarang (Kalibanteng dan Candi), dan satu di Surabaya (Kembang Kuning).
Jika di bangku sekolah dulu kita hanya mengetahui sejarah perang dari buku dan penuturan guru, ereveld menyajikan pengetahuan yang lebih ‘nyata’. Perang Dunia II yang mulanya mengguncang Eropa, merembet luas sampai ke timur jauh dan menyisakan jutaan korban perang.
Jika berkunjung di pagi hari, kita bisa sekalian mengobrol dengan manajer ereveld. Saya beruntung karena pagi hari saat berkunjung saya ditemani oleh Pak Eko.
Ereveld Kalibanteng Monumen romusha Salib-salib putih
10:00 – Gereja Gedangan dan Susteran Fransiskan
Gereja St. Yusup Gedangan dan Susteran Fransiskan
Destinasi kedua sebenarnya hampir tidak jadi saya sambangi. Karena keasyikan mengobrol dengan Pak Eko, saya lupa kalau harus menjemput teman di Semarang Tawang. Tapi, berhubung kereta teman saya itu terlambat, jadi saya bisa sedikit mencuri waktu.
Gereja Gedangan adalah gereja Katolik dengan langgam khas Eropa. Suasana bangunannya teduh dan menenangkan. Tapi, tidak seperti Katedral Jakarta yang bangunan utamanya bisa dimasuki dengan bebas, Gereja Gedangan tidak demikian. Saya sempat agak kecewa karena saat tiba di sana tidak boleh masuk untuk foto-foto saja.
Tapi, ada hal yang unik.
Saat saya bergegas jalan kaki menuju Stasiun Tawang, saya berpapsan dengan seorang suster. Kami saling tersenyum dan Suster tersebut ternyata sedang kesulitan memesan makanan lewat Grabfood. Beliau lalu meminta tolong saya. Sebagai gantinya, saya malah diajak masuk ke dalam bangunan susteran, bertukar nomor ponsel, berbagi cerita, dan ditawari makan.
Di dalam bangunan susteran terdapat kapel. Beberapa lokasinya juga sempat dipakai dalam syuting film Ave Maria. “Ini tempat setrikanya suster Maryam, ini tempat cuci bajunya,” jelas Suster Agustine dengan semangat.
Saya tidak sempat berfoto banyak di sini karena sudah diburu waktu untuk segera menjemput kawan di Semarang Tawang.
Bersama Suster Agustine Salah satu sudut di Gereja Gedangan
11:00 – Lawang Sewu
Selain menjemput kawan dari Surabaya, saya juga mengambil sepeda motor sewaan. Sejauh pengalaman saya berkeliling Jawa, menyewa motor di Semarang agaknya adalah yang paling ribet. Karena itu hari Sabtu, harga sewa 80 ribu hanya dihitung 12 jam. Jika motor mau dipakai sampai Minggu pagi, harganya kena dua kali lipat. Padahal di Solo, Jogja, Cirebon, dan Bali, saya selalu dapat harga maksimal 70 ribu per 24 jam. Tapi ya sudah, apa boleh buat.
Setelah motor didapat, kami bergegas menuju Lawang Sewu.
Penamaan Lawang Sewu diambil dari bahasa Jawa. Lawang berarti pintu, sewu berarti seribu. Nama ini diambil karena bangunan tua eks kantor perusahaan kereta api Belanda ini memang punya pintu yang amat banyak, meski jumlahnya tidak pasti seribu.
Sajian musik keroncong Lorong lantai dua Lawang Sewu Di langit-langit Lawang Sewu Kaca patri paling hits
16:00 – Lekker Paimo
Kali ini destinasinya adalah kuliner.
Lekker Paimo konon katanya adalah lekker paling favorit di Semarang. Lokasinya ada di pinggir kali depan SMA Loyola. Gerobak jualannya biasa saja, tapi yang beli bejubel. Saya mengantre 20 menit untuk mendapatkan 5 buah kue lekker isi coklat keju.

17:00 – Pantai Marina
Pantai Marina adalah Ancolnya Semarang.
Pantai yang lokasinya di perumahan elite ini tidak bisa dipakai main air atau berenang, tapi lumayan nyaman untuk duduk-duduk santai. Di tepi jalannya, banyak jajanan tersaji.
Maksud hati ingin melihat sunset, tapi hari itu Semarang sedang kelabu. Bukan cahaya jingga yang muncul melainkan angin gelebug yang menerpa tubuh.
Sepulang dari Marina, menjumpai jalan menuju dermaga Sunset di Pantai Marina
18:30 – Kota Lama Semarang
Sebelum sesi makan mlam dimulai, kami menjelajah kawasan Kota Lama terlebih dulu. Lokasi Kota Lama tidak jauh dari Stasiun Tawang. Bangunan-bangunan peninggalan zaman Belanda di sini masih terawat rapi. Spot yang paling favorit adalah Gereja Blenduk dan Kafe Spiegel.
Rumah tua Pabrik rokok jadul Kafe Spiegel
19:30 – Kawasan Kuliner Semawis
Puas berjalan kaki mengitari kota tua, agenda selanjutnya adalah memanjakan perut. Kawasan Semawis berlokasi di Pecinan Semarang. Saat malam minggu, ratusan lapak kuliner digelar di sini, mulai dari makanan halal hingga non-halal, seafood hingga jagung bakar.
Sayang, jam delapan hujan turun, pun kaki sudah terasa gempor. Kami menyantap cumi bakar seharga 30 ribu, lalu pulang ke penginapan.

Waaaahh 😍😍😍😍
Keren Mas.. Tempat impian saya semua..
Makasih infonya yaaa
Sama-sama mbak. Jangan lupa Lekker Paimo yak kalau ke Smg hihi, sama mampir ke susteran di depan gereja gedangan.
Kata Suster Agustine, nanti akan dibangun museum dan penginapan di situ. Kalau menginap, satu paket biayanya sama makan 3x sehari hihi.
Asyik…asyik..
Makasih ya Mas 😍
yang kabupatennya belum ya mas, (ada candi, monumen ambarawa)
Sebelumnya sudah ke sana mas saya, tapi di trip kemaren karena cuma sehari jdi ndak sempat hehe
Wih jadi inget pas awal tahun ink keliling Semarang.
Semarang kotane enak dipake muter-muter hihi
Soalnya pusat kotanya ngak terlalu luas, kalau keliling malah cepet ama lebih mudah, soalnya udh pernah dari mangkang kepengaron pp, Belum keliling pusat Kota.