Jalan Dago Atas kala libur lebaran macetnya bukan main. Jalannya sempit. Sebelum terminal Dago, laju kendaraan sudah terhenti. Arus kendaraan dibuat satu arah, dan mobil-mobil harus menanti giliran. Sementara itu, motor-motor tak betah bergeming. Mereka memakan jalur lawan dan alhasil, deadlock di kedua sisi.
Saya sudah paham betul bahwa risiko berkendara ke Bandung Utara kala liburan pasti macetnya begitu. Tapi, teori dan praktik selalu berbeda. Di teori bisa memaklumi, pada praktiknya macet tersebut membuat saya jengah. Beruntung, cuma sekitar 15 menit, jalan dibuka dan saya bisa melenggang terus ke utara.
Saya pergi bersama Putra, rekan sekantor di Jakarta yang belum pernah main ke Bandung seumur hidupnya. Supaya dia bisa merasakan sensasi ademnya Bandung, ya sudah, saya mengajaknya ke utara. Destinasi pertama adalah Tebing Keraton. Setelahnya, kami sempat bingung mau lanjut ke mana. Pulang, atau cari lokasi lain?
Saya lalu ingat, kalau saat di perjalanan naik tadi, saya melihat sebuah plang bertuliskan “Bumi Herbal Dago”. Sebenarnya plang itu sudah pernah saya lihat beberapa tahun lalu, tapi tidak ada niatan buat menyambanginya.
“Mau ke sana gak?” tanya saya pada Putra.
“Bebas, terserah. Yang penting waktunya masih cukup”
Saya melirik jam. Masih tersisa 6 jam sebelum waktu keberangkatan kami ke Jakarta. “Cuss lah.”
Kebun apotek hidup
Untuk mencapai Bumi Herbal Dago, kami mengambil jalan yang mengarah ke kanan dari arah bawah. Kalau ke kiri, jalan mengarah ke Tebing Keraton. Tak jauh dari percabangan itu, kami tiba di destinasi.
“Aa, hari ini buka?” saya bertanya ke petugas di pelataran.
“Buka, ada keperluan apa a?”
“Mau lihat-lihat saja. Ada tiket masuknya?”
Lapangan parkirnya tidak terlalu besar. Sambil kami menepikan motor, si Aa tadi berkata kalau cuma mau berkunjung, ada tiket masuk yang harus dibayar. Tapi kalau mau beli produk, gratis tiket masuknya.
“Saya mau sekalian beli deh a,” sahut saya.
“Sok mangga a, ke sebelah sini.”
Si Aa mengantar kami masuk ke sebuah ruangan kecil. Di sini dipamerkan aneka tanaman herbal yang sudah dikemas rapi. Ada kayu manis, rosella, sambiloto, kumis kucing, mahkota dewa, dan banyak lainnya. Harganya beragam, dari sepuluh ribuan sampai lima puluh ribuan. Saya membeli teh rempah yang di dalamnya terkandung cengkeh dan kayu manis. Usai membayar, kami dipersilakan untuk berjalan-jalan sendiri mengitari kebun.





Bumi Herbal Dago secara spesifik berlokasi di Jalan Pakar Utara, Kampung Negla, Desa Ciburial. Tempat ini dbuka untuk umum sejak tahun 2007 dan dimiliki oleh PT. Ilthabi Sentra Herbal. Dengan elevasi 1.200 meter di atas permukaan laut, Bumi Herbal Dago adalah tempat yang pas untuk tumbuh kembang tanaman-tanaman herbal. Udaranya sejuk, curah hujannya tinggi, dan juga panoramanya menarik.
Jika sekarang kita mengetik namanya di Google, tertera tulisan bahwa Bumi Herbal Dago sudah permanently closed. Tapi, itu tidak sepenuhnya benar. Kita masih bisa berkunjung ke sini dan membeli produk-produknya.
Ada lebih dari 250 jenis tanaman obat yang ditanam di sini. Kita bisa menjumpai pohon rosella, sambiloto, dan lain-lainya, tak cuma produk jadinya saja. Selain itu, bentuk kebun juga didesain ramah pengunjung. Ada trek jalan setapak yang nyaman dilalui. Dan, di salah satu spotnya terdapat sebuah pendopo. Pendopo ini dibuat dari kayu dan posisinya ciamik sekali. Sambil kita duduk santai menyeruput minuman herbal, kita disuguhkan dengan pemandangan bukit-bukit sayur.
Kami datang sekitar jam 1 siang, momen di mana seharusnya matahari sedang bersinar terik. Tapi, hari itu langit sedang mendung. Pun pengunjung yang mampir ke sini hanya kami. Pendopo kayu ini serasa milik kami seorang. Suasananya terasa begitu syahdu.



Berkunjung ke Bumi Herbal Dago pada akhirnya tak cuma jadi sekadar wisata, tapi sebuah proses belajar pula. Dari kebun cantiknya, kita diajak untuk mengenal kembali kekayaan flora yang bisa dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Dan, tentunya, buat kita yang merasa diri anak IPA, ingatan kita akan nama-nama latin tumbuhan akan kembali disegarkan di sini.
Selamat berkunjung!
kenapa di maps dibilang tutup ar? penasaran euy….
Nah mas, saya juga belum tahu. Kemarin tanya masnya, tapi masnya ndak bisa jawab juga.