Makam Tua yang Berbicara

Hanya selemparan batu dari Istana Kepresidenan Kebun Raya Bogor, ada sebidang lahan yang nuansanya sendu. Pohon bambu besar tumbuh tinggi di dekatnya. Ketika ditiup angin, dedaunannya bergoyang dan menciptakan suasana magis. Dua tahun lalu berkunjung ke sana, sebidang lahan itu masih ditutupi pagar tembok, tapi kini pagar itu sudah dirobohkan. Kita bisa melenggang masuk dan berjalan-jalan santai di atas rerumputannya.

Sudah bisa menebak tempat apakah itu kira-kira?

Jika kamu pernah berkunjung ke Kebun Raya Bogor, tentu kamu bisa segera menebak kalau sebidang lahan itu adalah sebuah pemakaman kuno Belanda. Ketika Kebun Raya Bogor berdiri secara resmi pada tahun 1817, pemakaman tersebut sudah ada lebih dulu. Makam paling tua di sini adalah makam milik Cornelis Potmans, seorang administrator toko obat yang tutup usia pada tanggal 2 Mei 1784.

Sejak kali pertama singgah ke Kebun Raya Bogor di tahun 2015, entah sudah berapa puluh kali saya menyambangi makam ini. Meski terkesan magis, tapi saya suka dengan suasananya. Memandangi tugu-tugu makam berwarna putih itu rasanya seperti mendengarkan cerita-cerita yang dituturkan dalam diam.

Saya menyentuh sebuah makam bertuliskan nama Charles Gerard. Makam ini berbentuk balok yang berdiri secara vertikal. Warnanya putih, tapi usia sudah melahapnya pelan-pelan. Lumut dan keropos tampak di sana-sininya. Dari prasastinya, Charles Gerard diketahui lahir di Batavia pada 20 Desember 1845 dan tutup usia pada 11 September 1871. Jika dikurangi tahun kematian dan kelahirannya, usia almarhum baru 29 tahun. Hanya empat tahun lebih muda dari saya yang seperempat abad.

Kematian muda pada abad 19 agaknya bukanlah hal yang asing, terkhusus bagi warga Eropa yang merantau ke Hindia Timur. Kala itu pengobatan medis belum semutakhir saat ini dan ancaman penyakit tropis adalah momok yang menakutkan. Iklim di Batavia yang terletak di pesisir adalah iklim yang sejujurnya tak disenangi warga Eropa. Udara lembab dan amis, dan merupakan lingkungan yang cocok untuk berkembang biaknya nyamuk malaria.

Dari buku Tim Hannigan yang bertutur tentang kronologi kedatangan tentara Inggris di Pantai Cilincing pada tahun 1811, di situ digambarkan tentang kesuraman iklim Batavia. Sampai-sampai John Leyden, sobat Raffles pun meninggal karena penyakit mendadak yang disebabkan iklim tropis. Dan, ada sumber lain juga menuliskan bahwa pada tahun 1630 terdapat peraturan negenuursbloemen yang secara tersirat mengizinkan warga Batavia untuk membuat sampah ke kanal kota setelah jam sembilan malam. Mungkin bisa sedikit terbayang bagaimana suasana Batavia tersebut, terkhusus bagi warga Eropa yang hidup di negeri empat musim.

Makam milik Charles Gerard.

Saya mengelus batu makam milik almarhum Charles Gerard. Jika saja batu itu bisa bicara, tentu ia akan menuturkan narasi panjang lebar. Tapi, batu itu terdiam. Ia memaksa saya untuk mendengarkannya bertutur dalam cara yang lain: dalam kesenyapan.

Angin berhembus dan sinar matahari menyelinap masuk di antara celah dedaunan bambu. Saya lalu teringat sebuah artikel dari BBC yang berjudul: Who Will Remembered in 1000 Years. Zaria Gorvett, penulis artikel tersebut menuliskan bahwa sulit bagi seseorang untuk bisa dikenang selama seribu tahun. Charles Gerard yang di depan makamnya saya berdiri, ia telah meninggalkan dunia ini selama 148 tahun. Siapa gerangan dirinya mungkin bisa dilacak jika saya niat untuk mencarinya, tapi tentu akan sangat sulit. Kenangan dan gambaran tentang dirinya yang paling bisa dijumpai adalah apa yang tertera di nisannya: bahwa dia lahir pada tanggal sekian dan pulang di tanggal sekian. Selebihnya adalah kisah yang larut dalam linimasa sejarah. Tiada lagi yang mengenal, atau bahkan peduli akan siapa gerangan dirinya.

Sejarah mencatat, mereka yang namanya dikenal bahkan beribu tahun setelah kematiannya adalah mereka yang pernah menorehkan prestasi, atau bahkan kegagalan besar, yang pada akhirnya membuat mereka terkenang. Tapi, nama-nama tersebut hanyalah segelintir dari jutaan manusia yang mungkin hidup pula pada zamannya.

Siang itu, di depan makam Charles Gerard, saya mereguk inspirasi yang didapatkan dari kesenyapan: bahwasannya masa kehidupan yang paling krusial dan penting adalah hari ini, hari ketika saya diberikan kesempatan untuk hidup dan berkarya. Jika tiba saatnya nanti kehidupan berakhir, segala torehan prestasi akan memudar dan larut dalam perjalanan sejarah. Yang tersisa hanyalah prasasti di atas makam, itu pun kalau makamnya bertahan, tidak hancur, tidak digusur, atau ditimbun nanti jadi apartemen.

 

9 pemikiran pada “Makam Tua yang Berbicara

  1. Kali pertama kesini jam 16.30 sore, saat KRB sudah sepi pengunjung rasanya nggak banget deh. Pulang dari sini seminggu ga enak badan. 😅 Sepertinya salah waktu berkunjung. Haha

  2. Seandainya diulik, ada banyak kisah ya sebenarnya di balik makam ini. Salah satu yang membuat saya penasaran adalah makam tumpuk, yang menjadi pusara dua sahabat. Yang meskipun meninggal dalam rentang waktu yang berbeda, namun menempati liang kubur yang sama.

  3. wah ini pasti bikin merinding disko kalau disini..suasananya kayak di film2 resident evil..
    , di solo juga ada mas makam tua kayak gini, tapi lebih ke makam china..gede banget makamnya,,

  4. Dua kali ke bogor dan gak pernah kesini karena gak tau ada makam kunonya hihi, bahkan di peta KRB juga gak ditampilin, gak tau deh sekarang.. Malaria ini emang momok banget buat bule, sampe sekarang aku masih suka ketemu temen dari cs yg suka bawa obat malaria kalo pergi ke indonesia

    1. Sekarang sudah ada nih mas di peta, di papan penunjuk arah juga disebutkan lokasi makam ini. Lebih rapi.

      Tapi kalau lama-lama bengong di sini, digigitin nyamuk hehehe.

  5. Rada-rada merinding waktu baca persoalan tentang tutup usia, tapi tulisan ini ngebikin aku sebagai pembaca bisa ngeliat kehidupan secara lebih elegan. Thank you buat tulisannya!

    1. Sejujurnya aku pun merinding hihi, tapi dipikir-pikir lagi, pemakaman adalah upacara yang one day cepat atau lambat akan kita alami hehehe.

      Thankyou Ezer sudah mampir 🙂

Tinggalkan Balasan ke aryantowijaya Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s