Sensasi Perjalanan Naik Kereta Api Mataram Premium

Senin, 26 November 2018, hujan turun membasahi kota Muntilan. Saya menepikan motor di bawah pohon, mengenakan mantel hujan, dan melanjutkan perjalanan menuju Jogja. Tapi, hujan yang turun kelewat deras. Pakaian yang sudah diselimuti plastik mantel hujan pun akhirnya tetap saja basah.

Kala itu jam satu siang. Jam lima nanti saya harus kembali ke Jakarta naik kereta api Gaya Baru Malam Selatan dari Stasiun Lempuyangan. Tapi, dengan kondisi pakaian yang basah, saya jadi malas untuk balik Jakarta. Terbayang bagaimana rasa gak enaknya naik kereta dengan baju basah. Bukannya nyaman, yang ada malah nanti masuk angin.

Setibanya di Jogja, saya coba mengirimi pesan ke atasan di kantor. Di akhir November ini, saya masih punya jatah cuti lima hari yang harus dihabiskan tahun ini. Kalau tidak terpakai, hangus. Ah, coba deh request tambahan cuti satu hari. Kalau atasan mengizinkan, malam ini saya akan nginap di kosan lama, dan besok paginya baru kembali ke Jakarta.

“Boleh,” tulis atasan saya di chat. Yes, pucuk dicinta ulam tiba. Segeralah saya mengirimi email resmi ke bos dan mengisi formulir pengajuan cuti. Setelah urusan cuti-cutian tuntas, sekarang giliran mencari tiket kereta untuk kembali ke Jakarta. Ada dua opsi waktu perjalanan yang bisa saya ambil: perjalanan pagi atau malam. Kalau ambil kereta malam, saya punya waktu lebih lama di Jogja. Bisa jalan-jalan dulu atau sekadar santai di kos lama. Tapi, repotnya adalah sampai di Jakartanya subuh-subuh. Kalau langsung kerja, lumayan cape juga. Kalau naik kereta pagi, waktu di Jogja jadi singkat. Tapi, saya bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan, dan bisa istirahat semalam dulu di Jakarta sebelum besoknya kembali kerja.

Pilihan saya jatuh ke yang kedua. Saya scroll daftar kereta, dan pilihan saya jatuh ke Mataram Premium. Berangkat dari Lempuyangan jam 08:15, dan dijadwalkan tiba di Jakarta Pasar Senen sekitar pukul lima sore. Harganya 215 ribu, lumayan terjangkau.

Serasa milik pribadi

Keesokan harinya, saya tiba di Lempuyangan jam setengah delapan. KA Mataram Premium baru selesai dilangsir ke jalur tiga. Saya berjalan ke kereta penumpang paling bontot, ekonomi-8. Dari penampilan luarnya, KA Mataram Premium berwarna abu-abu mirip daleman ‘kaleng sarden’. Kereta jenis ini adalah kereta ekonomi premium keluaran terbaru dari INKA. Hadirnya kereta premium ‘kaleng sarden’ ini ditujukan untuk meremajakan kereta-kereta dengan rangkaian kelas bisnis.

KA Mataram Premium sendiri adalah kereta yang usianya paling baru di lintas Jakarta-Yogyakarta. Perjalanan perdananya dimulai pada tanggal 15 Juni 2017 sebagai kereta tambahan di musim mudik lebaran. Karena statusnya yang belum masuk dalam jajaran kereta dengan perjalanan reguler, KA Mataram Premium jadwal perjalanannya tentative, cuma dijalankan saat-saat high season saja.

Saya beruntung, karena hari itu penumpang yang duduk di ekonomi-8 cuma tiga orang. Saya bisa bebas duduk di mana saja sesuka hati. Saya lalu memilih duduk di kursi 13D, yang kacanya besar. Perjalanan naik kereta pagi memang paling asyik apabila duduk di sisi jendela. Pemandangan pegunungan Menoreh dan persawahan sepanjang Jogja hingga Bekasi nanti akan terlihat jelas.

Penampilan interior kereta ekonomi premium keluaran 2018 tampak lebih elegan daripada ekonomi keluaran tahun 2016, mungkin karena produk ini masih baru. Kaca jendelanya masih bening. Bingkai kacanya masih berwarna putih bersih. Toiletnya juga rapi, meskipun ukurannya lebih sempit ketimbang toilet di kereta lawas.

Tepat pukul 08:15, semboyang 35 dibunyikan. Lokomotif menderu dan roda mulai berputar. Kereta melaju pelan meninggalkan Stasiun Lempuyangan, melintasi Jembatan Kewek, menyuguhkan lanskap Kota Jogja yang masih terasa nyaman di hati. Di Stasiun Tugu, kereta berhenti lagi buat menaikkan penumpang. Tak sampai lima lima menit, kereta diberangkatkan kembali. Sekarang laju kereta lebih cepat, tapi goncangan di dalam kabin tidak terlalu kentara. Kereta ekonomi premium telah menggunakan bogie teranyar, yang memungkinkan kereta berjalan hingga kecepatan 120 kilometer per jam dan menghasilkan goncangan yang lebih minim.

Yogyakarta dari atas Jembatan Kewek

Pukul 09:25 – Kereta tiba di Kutoarjo

Pukul 09:29 – Kereta berangkat meninggalkan Kutoarjo

Pukul 09:40 – Kereta berhenti di Stasiun Butuh, tunggu silang dengan KA Ranggajati

Sampai tulisan ini ditulis, persilangan masih lumrah terjadi di petak antara Purwokerto hingga Kutoarjo karena jalur yang digunakan masih jalur tunggal. Segera, setelah proyek jalur ganda selesai, persilangan semacam ini akan jadi kenangan. Perjalanan kereta tentu akan lebih cepat. Tapi, buat saya yang suka naik kereta, rasanya ini jadi momen yang menyedihkan. Tunggu silang adalah momen yang asyik, sebab saya bisa turun dari kereta dan mengamat-ngamati stasiun.

Pukul 10:02 – Kereta tiba di Kebumen

Pukul 10:07 – Kereta berangkat meninggalkan Kebumen

Pukul 10:18 – Kereta tiba di Karanganyar, menanti disusul KA Argo Lawu

Pukul 10:46 – Kereta masuk terowongan Ijo

Saya lupa mencatat jam berapa kereta tiba di Stasiun Kroya, tapi kereta berhenti cukup lama. Di jalur satu, KA Bogowonto dari Lempuyangan tujuan Pasar Senen tiba. Di jalur dua, masuk KA Joglokerto tujuan akhir Solobalapan. Selepas Kroya, laju kereta api melambat. Ada pembatasan kecepatan di sini karena proyek jalur ganda.

Kereta menyeberangi Sungai Serayu

Pukul 14:27 – Kereta tiba di Cirebon Prujakan

Selepas Cirebon, saya tertidur. Di petak antara Cirebon hingga Jatinegara, lintasannya lurus dan kereta dapat dipacu pada kecepatan maksimal. Saat kereta melintas Jatibarang, perut saya berbunyi, memberi isyarat kalau saya harus jalan ke empat kereta di depan, ke kereta restorasi.

Kereta restorasi di rangkaian premium ini tampilannya lebih menawan. Ada beberapa set meja kursi yang bisa kita duduki dengan nyaman. Saya memesan mie baso, menyeruput kuahnya pelan-pelan. Jendela di kereta restorasi juga besar, sambil menyeruput kuah panas, saya disuguhi pemandangan persawahan yang membentang luas. Nikmat bukan, makan sambil disuguhi pemandangan yang hijau-hijau?

Jam setengah enam, kereta tiba di Jatinegara. Saya turun di sini dan mengakhiri perjalanan bersama KA Mataram Premium. Secara garis besar, saya memberi nilai bintang 8 dari 10 untuk perjalanan kali ini. Interior kereta yang nyaman dan masih baru memberikan kontribusi besar atas nikmatnya perjalanan kali ini. Kekurangannya dari kereta jenis ini adalah:

    • Toilet yang sempit. Ukuran toilet di kereta premium terbaru tidak seluas di kereta ekonomi terdahulu. Pun lokasinya hanya ada di satu ujung gerbong, tidak di kedua ujung.
  • Leg-romm, ruang kaki tidak selega bisnis. Untuk saya yang tidak tinggi-tinggi amat, saya masih merasa lumayan nyaman. Lain certa untuk mereka yang lebih tinggi.
  • Kondisi gorden atau tirai penutup jendela ada yang rusak di beberapa kursi.
  • Bagi yang mabukan, duduk di kursi yang tidak searah dengan laju kereta bisa bikin repot.

TIPS PEMILIHAN KURSI

Sejatinya, posisi kursi agak sulit ditentukan mana yang searah dengan laju kereta atau tidak. PT. KAI bisa sewaktu-waktu mengganti rangkaian di lapangan sesuai kondisi. Dari pengalaman saya naik KA Mataram Premium, berikut ini arah kursinya:

Dari arah Yogyakarta ke Jakarta

Kursi yang searah dengan laju kereta: 11-20

Dari arah Jakarta ke Yogyakarta: Kursi 1-10

Kursi dengan ukuran kaca jendela yang besar: 

3, 5, 6, 9, 11 dan 10 (hadap-hadapan), 12, 13, 15, 16, 18, 19

Kiranya tulisan ini dapat membantu teman-teman dalam menentukan transportasi yang paling tepat dan nyaman untuk pergi ke Jogja.

[update terbaru]
Saat ini KA Mataram Premium telah berganti menjadi KA Mataram. 
Rangkaian yang digunakan adalah eksekutif dan bisnis. KA Mataram dengan rangkaian premium hanya dijalankan sebagai kereta tambahan.

Informasi lebih lanjut silakan hubungi dan cek di website kereta api.

11 pemikiran pada “Sensasi Perjalanan Naik Kereta Api Mataram Premium

          1. Berarti beli rumah yang deket rel aja mas 😁 ngomong-ngomong jadi inget waktu kecil setiap pagi dibonceng naik sepeda sama alm bapak main ke stasiun Randegan, kalo keretanya belum lewat belum mau pulang & nangis 😁

  1. Meskipun dengkulnya lebih lega, kalo aku masih lebih milih kursi yg berhadapan aja deh kalo naik premium ini. Soalnya bejo-bejonan juga kan, kalo dpt seat mundur, ruang pandangnya ga seluas kursi ekonomi lama. Ini yg bikin kadang pusing 😅😅

Tinggalkan Balasan ke ndesoedisi Batalkan balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s