Saya adalah pendatang baru di dunia blog. Walaupun sudah menulis sejak 2014, tapi saya baru memiliki blog personal pada 2016 lalu, itu pun blog gratisan yang dibuat di WordPress. Namun, saya bersyukur karena di tahun ini saya berkesempatan untuk mengikuti sebuah acara akbar yang khusus digelar untuk para pengguna WordPress, entah itu blogger, developer, ataupun lainnya. Pokoknya, semua diundang untuk hadir.
Sewaktu melihat pengumuman event ini di beranda WordPress, mulanya saya ragu untuk ikut. Dalam hati saya berpikir, walau semua kalangan diundang hadir, tapi yang ikut pasti orang-orang yang sudah profesional. Namun, seorang kawan yang juga blogger dari Semarang bilang: “Kapan lagi bisa ikut event begini? Ikut aja mas, pengalaman.” Tapi, saya belum mantap sepenuhnya untuk ikut, mengingat event ini bukan event gratisan. Ada biaya kontribusi yang harus dibayarkan oleh tiap peserta, yaitu 150 ribu rupiah.
Namun, setelah saya pikir-pikir lagi, sepertinya tidak ada salahnya mengikuti event semacam ini. Pasti ada sesuatu yang bisa didapat, minimal sebuah cerita dan kesan. Akhirnya saya mendaftarkan diri dan membayar biaya kontribusi sebesar 150 ribu.
Setelah hadir dan menyaksikan sendiri seperti apa acara WordCamp ini, saya paham bahwa uang seharga 150 ribu ini adalah sesuatu yang worthed. Dengan uang sejumlah ini, setiap peserta mendapatkan fasilitas berupa ruang pertemuan yang nyaman di sebuah hotel, merchandise berupa aksesoris dan juga kaos WordCamp, plus makan siang dan aneka kudapan yang sedap.
***
WordCamp adalah sebuah acara tahunan yang didedikasikan sebagai ajang silaturahmi dan berbagi antar pengguna WordPress. Pada Maret lalu, acara serupa sudah pernah digelar, tapi lokasinya bukan di Jakarta, melainkan di Ubud, Bali. Di WordCamp Jakarta yang diselenggarakan 4 November 2017, totalnya ada 18 pembicara, dan yang menarik adalah salah satu pembicaranya baru berusia 12 tahun! Pembicara-pembicara inilah yang nantinya akan membagikan pengalaman mereka dalam dunia WordPress kepada seluruh peserta.
Dalam acara WordCamp, pengunjung dipecah menjadi dua kelompok besar, yaitu Technical (Tech) dan Non-technical (Non-tech). Kelompok Tech isinya orang-orang yang bekerja menggunakan WordPress secara teknis, biasanya mereka adalah orang-orang IT. Sedangkan kelompok Non-tech, isinya adalah orang-orang bukan IT (seperti saya) yang ingin belajar tentang mengembangkan penggunaan WordPress untuk menghasilkan beragam manfaat. Karena saya hanyalah blogger amatiran, jadi sudah tentu saya mengikuti kelompok non-tech.
Secara keseluruhan ada 9 sesi yang diselenggarakan di masing-masing kelompok. Sesi pertama di kelompok Non-tech dibawakan oleh Mas Farhan, sang empunya Efenerr.com. Dalam sesi ini beliau bercerita tentang bagaimana pengalamannya menjadi seorang Travel Blogger.
Sharing selama kurang lebih 40 menit ini benar-benar membuka mata saya. Memulai perjalanan sebagai blogger tidak perlu pakai minder. Mas Farhan pun dulunya bukan siapa-siapa. Beliau hanya hobi menulis, dan terus menulis. Namun beliau tak pernah malah menulis. Dari rajin menulis inilah lambat laun skill-nya bertambah; alur tulisannya makin jernih dan isi tulisannya makin berbobot. Jadi, kuncinya hanya satu, yaitu ketekunan.

Dari ketekunannya, Mas Farhan kini dinobatkan sebagai salah satu travel blogger kondang di Indonesia. Tulisannya tersebar di mana-mana, dan hobinya jalan-jalan sekarang tak lagi jadi sekadar hobi, melainkan ada penghasilan yang dia dapatkan dari hobi tersebut.
Setelah sesi pertama usai, sesi kedua dibawakan oleh Ibu Victoria Augusklamasia. Sesi ini berbicara tentang Independent Digital Worker. Ketika digitalisasi merambah banyak aspek, pola kerja konvensional pun sedikit banyak turut berubah. Ibu Victoria menceritakan pengalamannya bekerja secara independen, artinya tidak terbatas pada ruang dan waktu seperti orang-orang kantoran yang pergi pagi pulang petang. Sebagai pekerja independen, atau juga biasa disebut sebagai digital nomad, Ibu Victoria bisa bekerja di manapun. Entah itu di rumah, di kafe, ataupun di tempat lainnya. Di tengah kondisi Jakarta yang macet, saya pikir ide ini sangat menarik. Tak perlu berjuang susah payah menerjang macet ke kantor, tapi bisa menghasilkan pundi-pundi.
Sesi ini menginspirasi saya bahwa perkembangan zaman memang tak bisa lagi dibendung. Digitalisasi terjadi hampir di semua aspek dan mengubah perilaku hidup manusia. Jika dulu kita lapar, harus pergi membeli makan dan berjalan. Sekarang, proses itu dipangkas sedemikian rupa sehingga kita bisa membeli makan hanya dengan sentuhan jari; ada mas-mas Gojek yang mengantarkan makanan kita tanpa kita perlu beranjak.
Namun, sisi lain dari perkembangan teknologi ini adalah milyaran orang akan terancam pekerjaannya. Para penjaga pintu tol telah digantikan dengan mesin, pelayan restoran, tukang pos, dan sebagainya. Oleh karena itu, sebagai manusia kita dituntut untuk bekerja secara meaningful, bukan lagi sekadar rutinitas.
Inti dari sesi ini bukan menganjurkan para pekerja kantoran untuk segera resign dan menjadi digital nomad. Akan tetapi, sembari memiliki pekerjaan tetap, mencoba-coba pekerjaan sampingan sebagai freelancer bukan sesuatu yang buruk kok.
Sesi ketiga dibawakan oleh Kevin Lohy, pembicara paling muda sepanjang acara Wordcamp. Usianya baru 12 tahun dan dia membagikan pengalamannya menggunakan WordPress. Di sesi ini dan sesi-sesi setelahnya saya agak kurang fokus karena mulai mengantuk dan lapar. Alhasil, sepanjang sesi-sesi selanjutnya tidak banyak yang saya tangkap. Dan, sebagai seorang newbie, sesi-sesi selanjutnya terasa cukup berat untuk saya cerna.
Namun, saya rasa mengikuti WordCamp kali ini tidak rugi karena saya jadi saling mengenal pengguna WordPress yang lain. Tak hanya blogger, tapi ada juga developer, pengembang aplikasi, bos-bos perusahaan, bahkan sampai ibu-ibu yang jualan baju online. Saya yang awalnya minder, jadi tak lagi minder karena ternyata ada banyak orang-orang lain juga yang baru memulai perjalanannya bersama blog di WordPress.
Profesional atau bukan adalah soal proses. Jika saat ini kita tekun dan setia berproses, niscaya kelak proses tersebut akan menghasilkan buah yang manis, sebagaimana yang sudah dibagikan oleh para pembicara Wordcamp dalam cerita mereka.
Inilah sekelumit catatan dari mengikuti WordCamp yang pertama kali, semoga ini bukan yang terakhir. Terima kasih para panitia! Kiranya tahun depan saya bisa kembali ikut di acara ini.
hai mas, saya melihat akan ada lagi wordcamp 2019 nih di beranda wordpress. Jadi ingin daftar, tapi saya sangat amatiran mas hhehe
apakah tidak apa2 ya? kalau dilihat lihat sih acaranya seruuu!
Halo mbak,
Untuk pengalaman dan menambah jejaring sih tidak apa-apa mbak, acaranya seru. Kalau pengalaman saya di wordcamp tahun lalu, karena saya amatiran jadi materi yang bisa saya cerna dengan baik cuma di sesi pertama dan kedua saja. Selebihnya saya bingung hehehe, tapi yaa lumayan, nambah pengalaman.
wah cepet sekali balasnya hahaha…
sepertinya saya juga seperti itu mas banyak bingungnya, terimakasih mas saya pikir-pikir dahulu hehe
tertarik ikut lagi kah?
Kebetulan sedang online di depan pc mbak hehe.
Kalau ikut lagi di tahun ini sepertinya tidak, soalnya jadwal pekerjaan lebih padat sekarang ini 🙂
Jalan2 dan ketemu ini. Keren. Baru tahu ada camp ini padahal gabung wordpress sudah dari tahun 2009. Saya penasaran dengan sharing dari yang anak usia 12 tahun itu, Kevin Lohy.
Salam kenal,
Anaci
Halo Mbak Anice, salam kenal :))
WordCamp itu acara tahunan sih mbak. Biasanya digelar juga di Bali 😀
done follow, jgn lupa folbek blog mas hihii
Sudah!
Salam kenal mas :))
terimakasih 😀
Wah cuma dapat dua cerita pembicara nih. Ceritain lagi dong pembicara yang lain. Tadinya mau ikut, cuma pas ada biaya pendaftarannya jadi mundur. Keren ya.
Kemarin sempat berpikir untuk ikut, cuma kebutuhan bulan ini lagi bengkak dan 150rb sangat berarti :’) Semoga bisa join tahun depan
Hehehe. Iya sih, angka 150 memang bukan angka kecil-kecil amat. Tp biaya 150 worthed sih krna kita dapat fasilitas yg sepadan 😀
Wah saya dari dulu pingin ikutan event dari wordpress. Cuma belum kesampaian. Keren. 😀
Setiap tahun bakal ada mas, di Jakarta dan kota lain (mungkin di Bali) 😀
Kaosnya lucuuu :3
Bener kan, pengalaman2 mereka itu yg jadi bahan buat kita mas. Kalo hal2 teknis mungkin hanya yg ingin menekuni startup atau IT hehehe.
Tapi warna background kaosnya putih 😦 Jadi gampang kotor e.
Gara” kamu nih mas, jadi aku ngikut acara ini haha