Melewatkan Tengah Malam Bersama Pak Gojek

Melewatkan Tengah Malam Bersama Pak Gojek

Jam sudah lewat tengah malam dan aku masih berkeliaran di jalanan Jakarta yang masih belum sepi juga. Badan ini lelah, ingin segera tiba di kos. Sudah tujuh jam lebih aku terjebak macet di jalan tol.  Supaya cepat, lebih baik naik Gojek saja deh, pikirku. Lanjutkan membaca “Melewatkan Tengah Malam Bersama Pak Gojek”

Apa Nikmatnya Seharian Bekerja Hanya di Depan Komputer?

Apa Nikmatnya Seharian Bekerja Hanya di Depan Komputer?

 

Aku hampir tidak percaya kalau saat aku menuliskan cerita ini, ternyata sudah lebih dari empat bulan kulalui di Jakarta. Perlahan tetapi pasti aku pun larut dalam rutinitas khas ibukota—masuk pagi, duduk berjam-jam di hadapan layar komputer, pulang, dan itu berlanjut setiap harinya sembari berharap akhir pekan datang lebih cepat. Lanjutkan membaca “Apa Nikmatnya Seharian Bekerja Hanya di Depan Komputer?”

Mengapa Harus Membeli kalau Tidak Butuh?

Mengapa Harus Membeli kalau Tidak Butuh?

Hari itu Minggu sore. Seorang bocah lelaki menghampiriku dengan baju sedikit basah karena kehujanan. Di tangan kanannya, dia memegang dua kemasan tissue, sedangkan tangan kirinya menggenggam plastik hitam besar yang isinya barang-barang jualannya.  Lanjutkan membaca “Mengapa Harus Membeli kalau Tidak Butuh?”

Jalan Dago: Kembalinya Nuansa Romantis Kota Bandung

Jalan Dago: Kembalinya Nuansa Romantis Kota Bandung

 

Udara dingin kota Bandung masih terasa ketika angin semilir berhembus meniup pepohonan di jalan Dago. Malam itu Bandung terasa begitu syahdu ditemani lampu-lampu jalan yang berbentuk bulat berpendar memancarkan warna kekuningan. Tampak satu dua orang berjalan santai di atas trotoar baru nan lebar sambil sesekali mengambil swafoto. Inilah secuplik adegan ketika Bandung sedang berbenah untuk mengembalikan jati dirinya sebagai “Parijs van Java.” 

Lanjutkan membaca “Jalan Dago: Kembalinya Nuansa Romantis Kota Bandung”

Kedai Kopi Menoreh: Ketika Kudapan Desa Naik Kasta

Kedai Kopi Menoreh: Ketika Kudapan Desa Naik Kasta

Senyum lebar tersungging di wajah Pak Rohmat ketika mempersilahkan kami berdua masuk ke dalam kedainya yang sederhana. Hari itu di Sabtu pagi, kami adalah pengunjung pertama yang datang ke kedai kopi nan legendaris di perbukitan Menoreh.

Lanjutkan membaca “Kedai Kopi Menoreh: Ketika Kudapan Desa Naik Kasta”

Dua Pejalan Nekat—Disatukan Karena Tekad!

Dua Pejalan Nekat—Disatukan Karena Tekad!

 

Kami tak terlalu sering bertemu, seingatku hanya tiga kali pertemuan yang pernah kami lakukan. Dua kali di Bogor dan satu kali di Yogyakarta. Tapi, jarangnya bertemu bukan menjadi jurang yang membuat pembicaraan kami tidak nyambung, malah tiap kali bertemu mulut kami seolah tak mau berhenti bicara tentang pengalaman dan mimpi kami masing-masing.

Lanjutkan membaca “Dua Pejalan Nekat—Disatukan Karena Tekad!”